Multitafsir Aturan Pernikahan Beda Agama

samantha gades N1CZNuM Fd8 unsplash scaled 1 1 - Multitafsir Aturan Pernikahan Beda Agama

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya pernah keluarkan fatwa menikah berbeda agama di tahun 2005 kemarin. Hukumnya haram dan tidak syah. Walau demikian, pada prakteknya pernikahan berbeda kepercayaan terus berjalan. Terdapat celah hukum dan pengartian berlainan. Banyak langkah untuk mengakalinya.

Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan yang dikontak merdeka.com minggu kemarin menyesalkan Slot resmi gacor keputusan Pengadilan Negeri Surabaya karena merestui permintaan penentuan pernikahan pasangan berbeda agama RA dan EDS yang awalnya ditampik Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya.

Amirsyah memiliki pendapat, nalar hukum yang dipakai PN Surabaya berlawanan saat memperkenankan ke-2  pasangan berbeda agama itu menikah. Salah satunya memakai UU Adminduk dalam Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan dan mengarah pada ketetapan Slot resmi indonesia Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 mengenai Administrasi Kependudukan.

“Maknanya saat mengecek dan putuskan, sepantasnya menggagalkan, karena ke-2  pasangan berlainan agama dan berlainan kepercayaan karena berlawanan dengan UU No.1 Tahun 1974 pasal Pasal 2 (1) Perkawinan ialah syah, berbeda agama jika dilaksanakan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya tersebut. (2) Setiap perkawinan ditulis menurut ketentuan perundang- undangan yang berjalan,” terangnya.

Amirsyah menerangkan lagi isi fatwa dengan nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 mengenai Perkawinan Berbeda Agama. Fatwa itu dikeluarkan saat MUI melangsungkan Permufakatan Nasional VII pada 26-29 Juli 2005. Ada dua point khusus isi fatwa tersebut.

“Pertama, perkawinan berbeda agama ialah haram dan tidak syah. Ke-2 , perkawinan lelaki muslim sama wanita ahlul kitab, menurut qaul mu’tamad, ialah haram dan tidak syah,” kata Amirsyah.

Amirsyah menambah, fatwa yang dikeluarkan MUI itu berdasarkan pada nash agama baik itu Alquran, hadits, sampai qaidah fikih. Semua persetujuan, mengarah dan pertimbangkan imbas yang hendak diakibatkan dari perkawinan  di masa datang.

“Oleh karenanya, penentuan larangan ada pernikahan yang sudah dilakukan MUI sebagai usaha sekalian dasar untuk warga dalam menghambat tindakan-tindakan yang memacu lahirnya kerusakan dalam aturan kehidupan keluarga,” katanya.